Kamis, 06 Oktober 2011

Pendidikan dan Kemiskinan

Sebelum menulis ini saya mengucapkan terima kasih kepada Allah SWT yang melimpahkan rezeki  yang tak terhingga sehingga saya dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang sarjana. Kedua Orang Tua yang sudah bekerja keras membanting tulang agar saya bisa sekolah.
Saya teringat dengan pasal UUD 1945 Pasal 31 ayat 1 kurang lebih bunyinya sepeti ini “Setiap warga negara berhak mendapat pengajaran”. Saya menafsirkan pengajaran disini sangat dekat dengan istilah pendidikan. Yang artinya setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan, merasakan bangku sekolah, karena pendidikan didapat dari sekolah. Realita yang ada masih banyak anak-anak yang tidak bisa sekolah karena biaya yang terlampau tinggi. Berjuta-juta anak bangsa putus sekolah karena orang tuanya tidak mampu membayar sekolah. Pendidikan hanya untuk orang-orang yang mempunyai duit saja. Perbedaan yang mencolok terjadi antara sekolah-sekolah negeri dan swasta. Bagi mereka yang mempunyai duit banyak lebih memilih sekolah swasta karena fasilitas dan kualitas yang lebih bagus dari pada sekolah negeri. Sekolah swasta mencari keuntungan semata dari sebuah pentingnya nilai pendidikan. Pendidikan dijadikan ajang bisnis demi mendapat keuntungan sebanyak-banyaknya. Pendidikan terdiskriminalisasi, pembeda antara si kaya dan si miskin. Pendidikan harus merata untuk semua golongan. Pendidikan saat ini seperti di era zaman penjajah. Rakyat jelata tidak bisa sekolah. Hanya orang-orang yang mempunyai kuasa seperti para bangsawan yang bisa sekolah.Pemerintah seakan-akan buta sebelah mata melihat realita yang ada. Padahal jika ditelisik lebih dalam pendidikan sangat penting bagi seseorang. Pendidikan juga menjadi tolak ukur bagi sebuah bangsa.
Pendidikan hanya difokuskan di kota-kota besar. Pendidikan bisa dibilang tidak merata. Banyaknya sekolah-sekolah yang ambruk saat proses belajar menunjukkan salah satu perbedaan yang mencolok. Infrastruktur bangunan sekolah yang tidak layak, pasokan buku-buku yang tidak merata hingga Tenaga pengajar dipelosok desa yang di beri upah sangat rendah, maka tidak sedikit dari mereka yang berjiwa sosial mengabdikan dirinya di dunia pendidikan. Karena guru sangat minim jumlahnya. Salut bagi mereka yang membuat sekolah-sekolah di hutan tanpa bayaran sepeserpun. Pemerintah sudah menetapkan anggaran untuk merenovasi sekolah-sekolah yang tidak layak, faktanya hingga saat ini masih banyak sekolah yang kondisinya sangat memprihatinkan. Tersiar kabar berita satu orang siswa meninggal tertimpa atap sekolahnya yang ambruk saat proses belajar-mengajar sedang berlangsung. Saya juga pernah menonton acara di salah satu tv nasional dimana sekolah di daerah tersebut hanya memiliki dua siswa. Kondisi ini tidak hanya terjadi di desa-desa tetapi sudah menular ke kota-kota besar. Ironis memang, mahalnya biaya sekolah membuat mereka putus sekolah, membuat mereka bekerja apa saja, membantu kedua orang tua demi sesuap nasi, demi rintihan perut mereka yang tiap menit selalu kelaparan. Bocah-bocah melawan kerasnya kerikil tajam, menginjak duri-duri berduri  melawan masa-masa kesenangan yang seharusnya mereka rasakan. Sekolah tidak lagi menjadi hal yang sangat penting. Ada yang memilih menjadi pengamen, tukang koran hingga merasakan dunia kelam narkoba.
  Pendidikan dan kemiskinan sangat erat hubungannya. Kemiskinan identik dengan orang-orang yang putus sekolah, hanya tamat Sekolah Dasar bahkan tidak sekolah sama sekali. Jika memang benar teorinya seperti itu maka semakin banyaknya orang yang putus sekolah akan membuat kemiskinan merajalela. Minimnya pendidikan yang didapat membuat jumlah pengangguran semakin bertambah. Menganggur berarti mereka tidak memiliki penghasilan tetap dan sangat mendekati jurang kemiskinan. Urbanisasi menambah kemiskinan di kota-kota besar meningkat. Mereka yang datang tidak dibekali skill dan kemampuan yang memadai, yang terjadi mereka menjadi pemulung tinggal di kolong-kolong jembatan, tidur di pinggiran toko, bangku stasiun dan terminal bus. Melawan dinginnya malam menusuk, menembus  ke dalam sel-sel kulit mereka.  



memeluk-MU

Tuhan
Aku ingin sekali memelukmu
Bertemu Rasulmu, lalu mengabdi kepada-Mu
Tuhan
Aku hanyalah bunga yang dapat gugur di musim semi
Hanyalah pohon rindang yang dapat tumbang diterpa angin
Tuhan
Bimbinglah aku
Seperti engkau membimbing rasul dan nabimu
Tuhan
aku ingin sekali dekat denganmu
Dengan dengan kedua malaikatmu yang ada di pundakku
Tuhan
Tuntunlah aku menuju jalanmu
Menuju terangmu
Kekal yang abadi akhiratmu nanti

bangkit

Aku bertanya pada bulan
Ketika sinarnya tak lagi menyinari malam
Tentang hidup yang ku jalani

Resah dan gelisah menghantui setiap detik nafasku
Amarahku yang terkadang terombang-ambing
Pikiranku yang kalut dan terbelenggu

Lalu kilat datang di tengah gelapnya malam
Membuatku bangkit dan percaya
Yakin aku tetap bisa berlari
Berdiri tegar dan meraih bintang yang sejak tadi melihatku

pelangi di malam hari

Aku duduk diteras
Saat hujan mulai deras
Ditemani sebatang rokok
Dan jam ditanganku yang tak berhenti berdetak
Resah jiwaku memikirkanmu
Seiring dengan putaran roda waktu
Kusebut namamu
Di setiap sujudku
Seperti berharap akan datang pelangi di malam hari


bunga untukmu

Aku membawa bunga untukmu
Aku letakkan diatas rumahmu
Y ang sudah di konstruksi dan di komposisi
Rumah impian yang dulu pernah kita bicarakan

Aku heran ternyata rumah ini yang kamu dambakan
Rumah dari gundukan tanah, dihamparan tanah lapang
Jelas terlihat rerumputan disekelilingnya

Bunga ini untukmu
Walau aku sadar kamu lebih indah dari sekedar bunga
Bunga untukmu yang setidaknya tetap menjaga harumnya wangi tubuhmu
Yang mungkin sekarang sudah menjadi tulang-belulang
Dan menjaga lentera jiwa antara kita
Karena aku masih menganggapmu ada disampingku
Hadir ditengah-tengah keluarga, bercanda dengan buah hatimu
Menasihatiku akan masa depan

DAN AKU SANGAT MERINDUKANMU

                                                For Tri Wahyu Handayani
                                                Setelah shalat ID ,TP