I. Arti kekuasan
Kekuasaan adalah bagian yang mengisi jalinan kehidupan organisasi. Manajer pada organisasi baik publik ataupun swasta memperoleh dan menggunakan kekuasaan untuk mencapai tujuan, dan banyak kasus untuk memperkuat posisinya sendiri. Keberhasilan dan kegagalan seseorang dalam menggunakan dan bereaksi pada kekuasaan sangat ditentukan oleh pengertiannya tentang kekuasaan, mengetahui bagaimana dan kapan menggunakannya, dan dapat mengantisipasi kemungkinan akibat-akibatnya. Meskipun dalam bidang perilaku organisasi, kekuasaan memiliki definisi yang sangat beragam dari semua yang ada dan jarang mempunyai sebuah definisi yang disepakati bersama. Chester Benard, mendefinisikan kekuasaan dalam konteks “otoritas informal,” dan banyak sosiologi organisasi mendefinisikan otoritas sebagai “legitimasi kekuasaan.” Untuk itu perbedaan antara konsep perlu dijelaskan untuk memahami kekuasaan dengan baik.
Menurut Robbins kekuasaan mengacu pada kemampuan yang dimiliki A untuk mempngaruhi perilaku B sehingga B bertindak sesuai dengan keinginan A. Barangkali aspek terpenting dari kekuasaan adalah bahwa hal ini merupakan fungsi ketergantungan. Semakin besar ketergantungan B pada A, semakin besar pula kekuasaan A dalam hubungan tersebut. Sedangkan menurut Garreth kekuasaan adalah legitimasi oleh hukum dan dasar budaya darimana organisasi itu bersumber, hal itu adalah sumber kekuasaan dalam suatu organisasi.
II. Membandingkan antara kepemimpinan dan kekuasaan
Kekuasaan tidak mengsyaratkan kesesuaian tujuan, hanya ketergantungan. Sebaliknya kepemimpinan mengsyaratkan keserasian antara tujuan pemimpin dan mereka yang dipimpin. Kepemimpinan berfokus pada pengaruh ke bawah kepada para pengikut, meminimalkan pola-pola pengaruh ke samping dan ke atas sedangkan kekuasaan tidak demikian. Kekuasaan cenderung mencakup bidang yang lebih luas dan terfokus pada taktik-taktik untuk memperoleh kepatuhan dari anak buah.
III. Landasan kekuasaan
Kekuasaan berasal dari kelompok umum - formal dan pribadi – dan selanjutnya memecahkan masing-masing menjadi beberapa kategori yang lebih spesifik.
Kekuasaan formal didasarkan pada posisi seorang individu dalam sebuah organisasi. Kekuasaan formal mencakup tiga hal, yaitu:
a. Kekuasaan koersif yakni kekuasaan yang bergantung pada rasa takut. Kekuasaan ini diakibatkan karena rasa takut terhadap akibat-akibat negatif yang mungkin terjadi jika ia tidak patuh.
b. Kekuasaan imbalan yakni kepatuhan yang dicapai berdasarkan kemampuan memberikan imbalan yang dipandang bernilai oleh orang lain.
c. Kekuasaan legitimasi. Sumber kekuasaan yang diidentifikasi oleh Frence dan Reven, berakar dari nilai yang terinternalisasi dari orang lain yang memberikan hak legitimasi kepada agen untuk mempengaruhi mereka. Kekuasaan legitimasi hampir serupa dengan otoritas dan berhubungan dekat dengan kekuasaan penghargaan dan koersif karena orang dengan legitimasi juga berada dalam posisi memberi penghargaan dan menghukum. Perbedaaannya, legitimasi tidak tergantung dengan orang pada hubungan dengan orang lain, tetapi lebih kepada posisi atau peran yang dimiliki seeseorang. Kekuasaan legitimasi berasal dari tiga sumber utama. Pertama, nilai budaya yang kuat dari masyaraakat, organisasi atau kelompok menentukan apa itu legitimasi. Kedua, orang dapat memperoleh legitimasi dari struktur sosial yang diterima. Ketiga, kekuasaan legitimasi muncul dari tujuan sebagai agen, representatif, atau kelompok yang berkuasa.
Selanjutnya John French dan Bertram Reven juga mendefinisikan dan menganalisa jenis kekuasaan klasik, dan mnambahkan 3 jenis kekuasaan, yang merupakan kekuasaan pribadi, yakni :
a. Kekuasaan penghargaan. Sumber kekusaan ini didasarkan pada kemampuan orang untuk mengontrol sumber daya dan memberi penghargaan pada orang lain. Dalam konteks organisasi, manajer mempunyai penghargaan potensial, seperti keunikan haji, promosi dan penghargaan yang tersedia untuk mereka. Dalam pembelajaran operant, dalam hal ini bahwa manajer mempunyai kekuasaan untuk melaksanakan dorongan yang positif. Dalam konteks motivasi harapan, hal ini berarti orang mempunyai kekuasaan untuk menyediakan valensi positif dan orang lain menilai kemampuan tersebut.
- Kekuasaan rujukan atau referen. Jenis kekuasaan ini berasal dari syarat sebagian orang untuk dikenal agen yang memegang kekuasaan. Misalnya, manajer dengan kekuasaan referen harus menarik (kharismatik).
- Kekuasaan keahlian. Sumber kekuasaan keahlian didasarkan pada seberapa orang mempunyai atribut pengetahuan dan keahlian untuk memegang kekuasaan. Kekuasaan keahlian lebih tergantung pada hal ini yaitu semua sumber kekuasaan tergantung pada persepsi individu.
IV. Hal-hal yang menyebabkan ketergantungan dalam kekuasaan
Ketergantungan akan meningkat bila sumber-sumber daya yang anda kendalikan itu penting, langka dan tak tergantikan.
a. Nilai penting, jika tak seorangpun menginginkan yang anda miliki maka ketergantungan pada anda tidak akan tercipta. Untuk itu hal-hal yang anda kontrol haruslah hal-hal yang dianggap penting.
b. Kelangkaan; jika sesuatu itu berjumlah banyak kepemilikan atasnya tidak akan meningkatkan derajat kekuasaan anda. Satu sumber daya harus bisa dilihat sebagai sesuatu yang langka guna menciptakan ketergantungan.
c. Keadaan yang tak tergantikan; semakin sedikit pengganti yang tersedia bagi suatu sumber daya, semakin besar kekuasaan yang diberikan oleh kontrol atas sumber daya tersebut.
V. Pendekatan Kotigensi Pada kekuasaan
Seperti dalam area perilaku dan manajemen organisasi, muncul pendekatan kontigensi pada kekuasaan. Misalnya, Pfreffren secara sederhana menyatakan bahwa kekuasaan muncul dari tempat yang “tepat.” Dia mendefinisikan tempat atau posisi yang tepat dalam organisasi di mana manajer harus:
1. Mengontrol sumber daya seperti anggaran, fasilitias fisik, dan posisi yang dapat digunakan untuk memperkuat hubungan dan dukungan.
2. Mengontrol akses informasi yang ekstensif – mengenai aktifitas organisasi, preferensi atau penilaian pada orang lain, apa yang terjadi, dan mengenai siapa yang melakukannya
3. Otoritas formal
Terdapat beberapa dukungan penelitian untuk observasi tersebut, dan juga terdapat beberapa penemuan penelitian yang menghasilkan kesimpulan kontigensi seperti berikut ini:
a. Semakin besar profesional dari anggota kelompok, semakin besar kekuatan relatif yang dimiliki kekuasaan referen dalam mempengaruhi anggota.
b. Semakin kecil usaha dan minat anggota berkedudukan tinggi untuk mengaloksikan tugas, semakin mungkin anggota berkedudukan rendah untuk memperoleh kekuasaan yang relevan dengan tugas ini.
VI. Taktik kekuasaan
Adalah cara individu untuk menerjemahkan landasan kekuasaan ke dalam tindakan-tindakan tertentu. Ada sembilan taktik, yaitu sebagai berikut:
1. Legitimasi, mengandalkan posisi kewenangan seseorang atau menekankan bahwa sebuah permintaan selaras dengan kebijakan atau ketentuan organisasi.
2. Persuasi rasional, menyajikan argumen-argumen yang logis, dan berbagai bukti faktual untuk memperlihatkan bahwa sebuah permintaan itu masuk akal.
3. Seruan inspirasional, mengembangkan komitmen, emosional dengan cara mneyerukan nilai-nilai, kebutuhan, harapan dan aspirasi sebuah sasaran.
4. Konsultasi, meningkatkan motivasi dan dukungan dari pihak yang menjadi sasaran dengan cara melibatkannya dalam memutuskan bagaimana rencana atau perubahan akan dijalankan.
5. Tukar pendapat, memberikan imbalan kepada target atau sasaran berupa uang atau penghargaan lain sebagai ganti karena mau menaati suatu permintaan.
6. Seruan pribadi, meminta kepatuhan berdasarkan persahabatan atau kesetiaan.
7. Mneyenangkan orang lain, menggunakan rayuan, pujian atau perilaku bersahabat sebelum membuat permintaan.
8. Tekanan, menggunakan peringatan, tuntutan tegas dan ancaman.
9. Koalisi, meminta bantuan orang lain untuk membujuk sasaran atau menggunakan dukungan orang lain sebagai alasan agar sisa saran setuju.
Koalisi merupakan suatu klompok informal yang diikat oleh satu isu perjuangan yang sama.
VII. Perspektif Politik Kekuasaan dalam Organisasi
Pencetus teori organisasi klasik menggambarkan organisasi sebagai struktur rasional yang otoritasnya diikuti oleh rantai perintah dimana manajer melegitimasi kekuasaan. Beberapa area yang relevan – pada tingkat tertentu – apakah sebuah organisasi lebih politis daripada rasional. Area-area tesebut adalah:
1. Sumber daya. Ada hubungan langsung antara muatan politik, dan sebebrapa kritis dan seberapa langka sumber daya. Politik juga akan berkembang bila ada infus dari sumber daya baru yang “tidak diklaim.”
2. Keputusan. Keputusan yang ambigu, keputusan yang tanpa persetujuan, dan keputusan strategis jangka panjang yang tidak jelas menimbulkan keputusan politik, bukannya keputusan rutin.
3. Tujuan. Bila semakin ambigu dan kompleks, tujuan akan semakin bersifat politis.
4. Teknologi dan lingkungan eksternal. Pada umumnya, bila teknologi internal organisasi semakin kompleks, politik semakin meningkat.
5. Perubahan. Reorganisasi atau perkembangan organisasi (OD) yang terencana bahkan perubahan yang tidak terencana membawa kekuatan eksternal yang akan mendukung manuver politik.
Sudah diimplikasikan sebelumnya bahwa beberapa organisasi dan beberapa sub unit di dalamnya akan lebih politis. Sebagian besar organisasi pada masa kini memenuhi persyaratan untuk menjadi organisasi dengan tingkat politik yang tinggi, yakni dengan mereka yang memimiliki sumber daya yang terbatas; terjadi peningkatan teknologi yang kompleks, dan mengalami perubahan drastis. Situasi semacam ini membuat organisasi menjadi semakin politis, dan permainan kekuasaan semakin meningkat.
A. POLITIK
I. Definisi Politik
Perilaku politik didefinisikan sebagai aktifitas yang dianggap sebagai bagian dari peran formal seseorang di dalam organisasi tetapi yang mempengaruhi atau berusaha mempengaruhi, distribusi keuntungan dan kerugian dalam organisasi. Hal ini merupakan upaya untuk mempengaruhi tujuan, kriteria atau prses-proses yang digunakan dalam pengambilan keputusan.
Politik adalah sebuah kenyataan hidup dalam organisasi. Perilaku politik yang sah dalam organisasi adalah politik dalam keseharian yang normal, sedangkan perilaku politik yang menyempang dari aturan main yang ditentukan merupakan perilaku politik yang tidak sah.
II. Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap perilaku politik
a. Faktor individu
Para peneliti mengidentifikasi sifat-sifat kepribadian tertentu, kebutuhan dan beberapa faktor lain yang dapat dikaitkan dengan perilaku politik seseorang.
b. Faktor organisasi
Kegiatan politik kiranya lebih merupakan fungsi karakteristik organisasi ketimbang fungsi variabel perbedaan individu.
III. Tanggapan terhadap politik dalam organisasi
Dalam pembahasan sebelumnya pada bab ini mengenai faftor-faktor yang berkontribusi pada perilaku politik, kita melihat hasil-hasil yang menguntungkan bagi mereka yang berhasil dalam perilaku politiknya. Tetapi bagi sebagian besar orang – yang keterampilan berpolitiknya biasa-biasa saja atau tidak mau bermain politik – hasilnya cenderung negatif. Orang kadangkala memandang politik sebagai peluang sehingga ia berperilaku defensif. Yakni prilaku reaktif dan protektif untuk menghindari aksi, disalahkan atau prubahan. Tabel hal 157.
Selain itu dalam konteks politik kesan yang bagus mungkin bisa mempengaruhi distribusi keuntungan untuk kepentingan mereka sendiri. Proses yang digunakan para individu untuk mengendalikan kesan yang dibentuk orang lain terhadap diri mereka disebut pengelolaan atau manajemen kesan (impression management). Pengelolaan atau manajemen kesan adalah proses yang dengannya individu-individu berupaya mnegendalikan kesan yang dibentuk orang lain terhadap diri mereka.
IV. Taktik dalam bermain politik
Untuk mengerti komponen politik dalam kehidupan berorganisasi, kita harus mencermati taktik dan strategi politik yang digunakan oleh tiap tiap individu dan sub unit untuk meningkatkan peluang mereka memenangkan permainan politik. Setiap individu dan sub unit dapat menggunakan berbagai taktik politik untuk mendapatkan kekuatan dalam meraih tujuan mereka.
1. Meningkatkan kemutlakan.
Seorang politisi menjalankan taktik agar individu atau sub unit dapat meningkatkan kemutlakan untuk mengembangkan organisasi. Kemutlakan dapat diraih dengan meningkatkan ketidaktergantikanan.
2. Meningkatkan ketidaktergantikanan.
Tingkah laku seorang manajer menentukan ketidaktergantikanan mereka. Mereka perlu mengembangkan kemampuan berorganisasi, seperti seseorang dengan kemampuan komputer yang dapat menyelesaikan suatu persoalan manajer-manajer lainnya. Seorang politikus perlu meningkatkan kemampuan khusus di bidangnya, misalnya perdagangan internasional, pengendalian polusi, atau dalam bidang kesehatan dan keselamatan.
3. Meningkatkan keterpusatan
Manajer menggunakan kemampuan lebih diri mereka sebagai pusat dari organisasi. Mereka dapat dengan sengaja menerima tanggung jawab yang membawa mereka dalam hubungan dengan beberapa fungsi atau beberapa manajer lainnya untuk meningkatkan reputasi pribadi atau fungsi mereka.
4. Bergabung dengan manajer yang kuat
Langkah lainnya untuk mendapatkan kekuasaan adalah menempatkan diri dalam manajerial yang berkuasa untuk memuluskan jalan menuju puncak.
5. Membangun dan mengatur koalisi
Membentuk suatu koalisi dengan perbedaan ketertarikan, stakeholder individu-individu dan sub unit di sekitar isu utama merupakan taktik politik yang dapat dipakai oleh seorang manajer untuk menyelsaikan konflik sesuai dengan keinginannya.
6. Mempengaruhi pengambilan keputusan
Merupakan taktik politik yang paling penting untuk meningkatkan dan menggunakan kekuasaan dalam mempengaruhi pengambilan keputusan.
7. Mengendalikan agenda
Di sini manajer dan koalisi bekerja sama dalam pengontrolan komite sehingga mereka dapat mengontrol agenda atau bisnis dari komite tersebut.
8. Membawa ahli dari luar
Ketika terjadi masalah utama, seperti misalnya manajer puncak merencanakan untuk melakukan perubahan atau restruktur organisasi, semua manajer dan koalisi harus bekerja keras untuk mendapatkan keuntungan dan keberlangsungan hidup politik mereka. Untuk itu mereka harus belajar taktik politik dari pengalaman sendiri mereka (di manapun pengalaman itu mereka ambil) sebagai bagian dari kemampuan politik untuk bertahan dalam suatu organisasi.
Ada bermacam-macam strategi politik untuk mendapatkan kekuasaan dalam organisasi. Tabel 1.5 memberikan catatan strategis yang representatif. Riset juga dilakukan dalam taktik politik. Yulk dan Falbe menemukan taktik atau pengaruh politik yang bisa ditemukan dalam organisasi masa kini. Taktik tersebut dapat di lihat dalam tabel 1.6. Yulk dan rekan-rekan menemukan bahwa konsultasi dan taktik persuasi rasional paling sering digunakan, dan menjadi lebih efektif lagi seiring dengan kehadiran yang inspirasional. Beberapa pencetus organisasi modern lebih mempercayai pendekatan analitis strategis dari pda yang ada pada tabel 1.5 dan 1.6, dan mereka lebih tergantung kepada konsep ketidakpastian dalam strategi politik kekusaan mereka.
Tabel. 1.5 Strategi Politik untuk Mendapatkan Kekuasaan dalam Organisasi
Menerima nasehat |
Mempertahankann kemampuan manuver |
Mengembangkan keterbatasan komunikasi |
Menunjukan kepercayaan diri |
Mengontrol akses terhadap informasi dan manusia |
Membuat aktivitas sentral yang tidak bisa digantikan |
Membentuk hubungan sponsor-protege |
Menstimulasi kompetisi antarkaryawan ambisius |
Menetralkan pihak oposisi yang berpotensi |
Membuat strategi pemindahan |
Mengubah yang tidak berkomitmen menjadi berkomitmen |
Membentuk koalisi yang menguntungkan |
Mengembangkan keahlian |
Membentuk orng yang ahli dibidangnya |
Mengusahakan imbalan balik |
Riset data untuk mendukung cara pandang seseorang |
Melarang komuniksi dengan tujuan tidak baik |
Menghindari perselisihan yang tidak berguna |
Tabel 1.6. Taktik Politik melalui Riset
Taktik | Keterangan |
Taktik tekanan | Menggunakan tuntutan, ancaman, atau itimidasi untuk memastikan Anda tunduk pada permintaan atau mendukung proposal |
Daya tarik tingkat atas | Mempengaruhi Anda dengan mengatakn bahwa proposal telah disetujui manajemen atas agar Anda dapat memenuhi tuntutan |
Taktik pertukaran | Membuat janji implisit atau eskplisit yang menyatakan bahwa Anda akan menerima penghhargaan atau keuntuungan nyata jika anda mampu memenuhi tuntutan dan mendukung proposal, atau menginginkan Anda kepada perjanjin awal untuk saling memberi bantuan |
Taktik koalisi | Mencari bantuan orang lain untuk meyakinkan Anda agar Anda mau melakukannya, atau menggunakan pengaruh orang lain sebaggai argumen supaya Anda menyetujuinya |
Persesai rasional | Memakai argumen logis dan bukti faktual untuk meyakinkan Anda bahwa proposal dan permintaan tersebut berjalan dengan baik dan berhasil mencapai tujuan tugas |
Daya tarik inspirasional | Membuat permintaan yang emosional atau proposal yang menimbulkan antusiasme yang dapat menampilkan nilai-nilai dan idelaisme Anda, atau meningkatkan kepercayaan diri Anda bahwa Anda dapat melakukannya |
Taktik konsultasi | Menggunakan partisipasi Anda dalam membuat suatu keputusan atau perencanaan bagaimana mengimplementasikan kebijaksanaan, strategi, atau perrubahan |
Salah satu dari strategi komprehensif dan relevan bagi manajer moder, dicetus oleh DuBrin. Pengamat pada strategi DuBrin dan strategi lainnya memberi padangan penting terhadap kekuasaan dan politik modern.
1. Mempertahankan aliansi dengan orang-orang berkuasa, seperti yang ditekankan sebelumnya, formasi koalisi (aliansi) penting bagi akuisi kekuasaan dalam organisasi.
- Kawan atau lawan
- Memisahkan dan memerintah, strategi politik dan militer yang sudah sangt dikenal ini juga dapat diaplikasikan dalam akuisisi kekuasaan organisasi modern. Contoh; seorang kepala keaungan berusaha bisa memicu konflik antara bagian penjualan dan produksi dengan harapan agar mendapat anggaran yang lebih dari anggaran terbatas presiden perusahaan tersebut.
- Manipulasi informasi yang dikelompokan, pentingnya mendapatkan dan menyebarkan informasi. Anggota organisasi, dengan taktik politik yang tajam dn cermat, mengtrol informasi demi mendapatkan kekuasaan.
- Melakukan pertunjukan kilat, strategi ini berurusan dengan memberikan penampilan terbaik dalam proeyek atau tugas pekerjaan secepat mungkin agar mendapat perhatian.
- Mengumpulkan dan menggunakan IOU, orang yang mencari kekuasaan akan memberi banyak bantuan kepeda orang lain dengan harapan orang tersebut akan behutang budi kepadanya dan akan membalas ketiak diminta.
- Menghindari keterlibatan dengan tegas (Fabianisme), Strategi ini lambat dan mudah-lebih mendekati pendekatan evolusioner daripada revolusioner, misalnya si pencari kekuasaan dengan berlahan tapi pasti menyusup dan memperoleh kepercayaan dan kerjasama dengan orang lain.
- Menyerang dan menyalahkan orang lain, taktik politis ini membuat orang lain “terlihat buruk” agar si pencari kekuasaan “terlihat lebih baik.” Menyerang dan manyalahakan orang lain adalah upaya untuk menghindari tanggung jawab.
- Maju satu langkah dalam satu waktu, Strategi ini mengambil langkah dalam satu waktu, bukan memasakan diri mengerjakan seluruh proyek besar atau upaya reorganisasi.
- Menunggu saat terjadinya krisis, Strategi ini merupakan kebalikan dari “tidak ada kabar baik” sehingga kabar buruk mendapat perhatian.
- Menerima nasehat dengan hati-hati, Strategi politis ini lebih menitikberatkan pada mempertahakan kekuasaan daripada memperolehnya.
- Waspada terhadap ketergantungan sumber daya alam, Subunit dan individu yang paling berkuasa adalah mereka yang berkontribusi dengan sumber daya yang bernilai. Mengontrol sumber daya depertemen atau orang lain membutuhkan bergaining power. Semua taktik politis ini adalah bagian dari suatu permainan dan pertempuran dalam organisasi.
Daftar Pustaka
Donnelly, Ivancevich, Gibson, 1996. Organisasi, Edisi kedelapan jildi 1, Jakarta: Banarupa Aksara
Jones R, Garet, 2007. Organizasional Theory: Tex and Cases, Firth Edition., Upper Saddle River, New Jersey: Pearson Education, Inc.
Luthan F. Organizasional Behavior, Eight Edition,.New York: McGraw-Hill Companies, Inc.
Sophiah, 2008. Perilaku Organisasi, Jakarta: Yayasan Andi