Selasa, 12 April 2011

kritis,tidak apatis


            Kita agak sedikit kembali ke masa itu, ketika teman – teman mahasiswa begitu kritis. Berada di barisan paling depan untuk memperjuangkan rakyat. Menanamkan semangat dan jiwa patriotisme yang tinggi. Tidak sama sekali takut dengan senjata, bertaruh dengan jiwa harta dan nyawa mereka demi kepentingan rakyat dan bangsa ini. Melawan ketidakadilan, membogkar para elite politik dan birokrat yang gila akan kekuasaan, menimbun kekayaan sementara rakyatnya terlihat sangat sengsara.Duduk manis di bangku kuliah tidak berlaku bagi mereka. Yang ada hanyalah mengkritisi segala apa yang tidak sesuai dengan kepentingan rakyat. Mereka begitu vocal menyuarakan suara rakyat. Kumpulnya mereka saat itu bukan main – main. Obrolan – obrolan tentang kebijakan pemerintah mulai mereka tanggapi, tidak lantas hanya diam dan membisu. Sikap kebersamaan yang mereka pupuk menjadi pertahanan yang kokoh dalam melawan kebijakan – kebijakan pemerintah yang menyengsarakan rakyat.
            Demo adalah keseharian mereka pada saat itu. Melakukan aksi teatrikal berupa sindiran – sindiran yang mereka tujukan kepada elite politk yang hanya menjadikan kekuasaan alat untuk memperkaya diri. Peristiwa Trisakti, Semanggi , menunjukkan bagaimana mahasiswa yang sebenarnya. Jiwa militannya mengalahkan tentara – tentara yang menghadangnya. Nyawa pun rela mereka korbankan untuk bangsa ini. Untuk perubahan ke arah yang lebih baik.Saya sangat rindu sekali dengan masa – masa itu. Ketika mahasiswa melakukan aksi demo dari hati nuraninya sendiri. Tidak disetir oleh golongan yang mengatasnamakan rakyat.
Pasca Reformasi jiwa militan mahasiswa bisa dikatakan berkurang, Meskipun ada sisa – sisa peninggalan militan mahasiswa yang dengan lantang mengkritisi pemerintahMuncul LSM – LSM yang tidak bergerak sepenuh hati. Mencari massa pendukung hanya untuk melakukan aksi demo. Mahasiswa sudah sibuk dengan gadgetnya, sudah sibuk dengan kehidupan glamornya. Life style menyeret mereka dengan segala kemewahan. Nilai akademik hal yang harus di prioritaskan. Yang terjadi malah tawuran mahasiswa, yang terjadi kehamilan di luar nikah. Kumpul di mal – mal, memperlihatkan harta kekayaan orang tuanya, hingga terseret narkoba, Aksi demo yang seadanya, berkurangnya obrolan – obrolan situasi politik.
Saya rindu masa – masa itu, rindu pergerakan mahasiswa, rindu sindiran – sindiran mahasiswa, tulisan – tulisan yang keluar dari tinta mereka.Rindu dengan keberanian mahasiwa berhadapan dengan senjata. Semoga saja Ir. Soekarno,Syahrir,Soehokgie tidak menangis melihat lunturnya jiwa militant mahasiswa. Semoga

Tidak ada komentar:

Posting Komentar